Friday, February 12, 2010

Mengenal Wakaf Habib Bugak Asyi (Baitul Asyi Mekah)


Penulis: Dr. Alyasa’ Abubakar.
Available at Buletin Narit Geutanyo, Jilid 3 No. 6/2009

Dalam musim haji tahun 2002 Syeikh Abdul Ghani Mahmud Asyi menyerahkan foto copy Penetapan Mahkamah Mekah tentang Ikrar Wakaf Habib Bugak Asyi kepada Gubernur Aceh Abdullah Puteh. Naskah aslinya kini disimpan beliau selaku Nazhir di Mahkamah Mekah.

Dalam penetapan Mahkamah Mekah ini disebutkan bahwa salah seorang hartawan dan dermawan Aceh, bernama Habib Bugak Asyi (seorang Habib yang berasal dari kampung Bugak negeri Aceh) telah datang ke hadapan Hakim Mahkamah Syariah Mekah pada tanggal 18 Rabiul Akhir tahun 1224 H. Di depan hakim dia menyatakan keinginannya untuk mewakafkan sepetak tanah dengan sebuah rumah dua tingkat di atasnya dengan syarat; rumah tersebut dijadikan tempat tinggal jemaah haji asal Aceh yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji dan juga tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Mekah; sekiranya kerana sesuatu sebab tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Mekah untuk naik haji maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal para pelajar (santri, mahasiswa) “Jawi” (istilah yang waktu itu digunakan untuk menyebut Wilayah Asia Tenggara) yang belajar di Mekah. Sekiranya kerana sesuatu sebab mahasiswa Asia Tenggara pun tidak ada lagi yang belajar di Mekah maka rumah wakaf ini digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Mekah yang belajar di Masjid Haram, sekiranya mereka ini pun tidak ada juga maka wakaf ini diserahkan kepada Imam Masjid Haram untuk membiayai keperluan Masjid Haram.

Mengenai nazir, Habib Bugak menunjuk Syeikh Muhamad Shalih bin Abdussalam Asyi, warga asal Aceh yang sudah menetap di Mekah.


Sekiranya, pertama bila sesuatu sebab nazhir ini merasa tidak mampu mengelola wakaf atau dia memutuskan pindah dari Mekah (misalnya pulang ke Aceh), maka dia harus menunjukkan salah seorang ulama asal Aceh yang menetap di Mekah sebagai nazhir (pengganti).

Apabila nazhir yang ada meninggal dunia maka hak (tugas) nazhir beralih kepada salah seorang keturunannya yang alim atau orang lain yang alim yang ditunjuk (dia wasiatkan).

Kedua, nazhir berhak memilih dan menentukan siapa yang akan tinggal di dalam rumah wakaf sesuai dengan kapasitas rumah tersebut.

Ketiga, nazhir berhak menyuruh keluar orang yang sudah diberi izin untuk tinggal apabila merugikan wakaf dan berhak melarang orang tidak dia suka masuk ke dalam rumah wakaf.

Keempat, nazir berhak menyewakan sebagian rumah wakaf untuk membiayai bahkan mengembangkan tanah dan rumah wakaf ini.

Menurut catatan, serah terima dan pengukuhan yang diberikan oleh Mahkamah Mekah tentang perubahan nazhir Wakaf Habib Bugak ini, nazhir yang mengelola sekarang yaitu, Syeikh Ir. Munir Abdul Ghani Mahmud Asyi dan dibantu oleh Syeikh Khalid bin Abdurrahman bin Abdul Wahab Asyi dan Syeikh Dr. Abdul Latif Balthu adalah dewan nazhir yang kedelapan (generasi kelima sejak dari ikrar wakaf). Yang barangkali menarik, nazhir yang kedua adalah seorang perempuan, Syeikh Asiah binti Abdullah Ba’id Asyi yang mengelola wakaf ini selama 20 tahun (1246 sampai 1264 H).

Pada asalnya rumah wakaf tersebut terletak di daerah Qusyasyiah, antara tempat sa’i (Mas’a) dengan Masjid Haram lama (bagian depan yang tidak bertingkat). Ketika Raja Saudi (Malik Sa’ud bin Abdul Aziz) melakukan perluasan di Masjid Haram yang pertama pada tahun lima puluhan, rumah ini kena gusur dan diberi ganti rugi. Ketika kami bertanya kepada nazhir di mana kira-kira lokasi rumah itu sekarang, beliau menjawab berada di sekitar Bab al-Fath, sudah menjadi sebagian Masjid Haram. Oleh nazhir wang pengganti yang diberikan Raja dia gunakan untuk membeli dua lokasi tanah di daerah Jiad (sedikit melewati Rumah Sakit Jiad), sekitar 500 dan 700 meter dari Masjid Haram dan itulah yang menjadi tanah wakaf sekarang ini. Di dua lokasi ini sekarang sedang dibangun dua buah hotel besar, yang dapat menampung sekitar 3500 jamaah pada setiap musim. Setelah ini nazhir masih membeli lokasi yang ketiga yang terletak di Aziziah, Mekah, yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal warga asal Aceh yang menetap di Mekah.

Sampai dengan awal tahun delapan puluhan, ketika pelaksanaan haji masih menggunakan sistem syeikh, rumah wakaf ini selalu ditempati oleh sebagian jamaah haji asal Aceh kerana nazhir sendiri bertindak sebagai syeikh. Tetapi setelah sistem penyelenggaraan haji diubah dari sistem syeikh menjadi sistem maktab (muassasah) maka jamaah haji Aceh tidak leluasa lagi memasuki rumah tersebut. Dalam sistem syeikh rumah disediakan oleh Syeikh dan Pemerintah Indonesia membayar sewa rumah kepada syeikh. Sedang dalam sistem maktab Pemerintah Indonesia yang menyewa rumah dan baru setelah itu menyerahkannya kepada maktab (syeikh) bersama dengan jamaah yang akan menempatinya untuk diurus oleh Maktab.

Upaya rumah wakaf ini dapat ditempati oleh jamaah haji Aceh telah dilakukan sejak bapak Ismail Sunny menjadi Duta Besar Indonesia di Jeddah. Upaya ini tidak mulus karena kebijakan perhajian yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi waktu itu tidak memberi peluang kepada keterlibatan pihak swasta, dan juga karena ada masalah internal di kalangan nazhir sendiri. Pada akhir tahun sembilan puluhan, Syeikh Abdul Ghani Mahmud Asyi (Ayah Nazhir yang sekarang) dikukuhkan oleh Mahkamah Mekah sebagai nazhir, bahkan diberi tugas untuk mengembangkan wakaf (sesuai dengan ketentuan dalam Akta Ikrar Wakaf). Dengan pengukuhan ini Nazhir mengundang Pemerintah Aceh untuk membicarakan pembangunan rumah wakaf tersebut serta penempatan jamaah haji Aceh di sana (pembicaraan berlangsung tahun 2001, 2002 dan 2004). Pada waktu yang sama nazhir juga melakukan pendekatan dan pembicaraan dengan Menteri Agama Republik Indonesia di Riyadh, karena ada lampu hijau dari Nazhir maka Gubernur Aceh pun membicarakan hal ini dengan pihak terkait di Departemen Agama.

Pada tahun 2004 utusan resmi Pemerintah Aceh berkunjung ke Mekah diikuti kunjungan resmi nazhir wakaf ke Aceh pada tahun 2005. Pada waktu itu dicapai beberapa kesepakatan sebagai berikut:

Pertama: untuk jangka panjang, nazhir akan membangun rumah di Mekah yang dapat menampung semua jamaah haji asal Aceh sebagai tempat tinggal mereka di Mekah. Sebelum rumah tersebut selesai dibangun maka nazhir akan memberikan pengganti uang sewa rumah kepada jamaah haji asal Aceh sebanyak sewa yang dibayarkan Pemerintah Indonesia kepada pemilik rumah, namun disesuaikan juga dengan kemampuan keuangan nazhir.

Kedua: pemerintah daerah Aceh akan mengirimkan data lengkap jamaah haji asal Aceh (nama, nomor seat, lokasi Maktab, nomor rumah dan kloter) kepada nazhir paling lambat sebulan sebelum jamaah haji tiba di Mekah. Pemerintah daerah Aceh akan memberikan kartu identitas kepada jamaah haji asal Aceh sebagai tanda bahwa mereka betul berasal dari Aceh dan berhak mendapatkan uang pengganti sewa rumah.

Kesepakatan ini akan berlaku efektif setelah mendapat persetujuan dari Menteri Agama Indonesia dan Menteri Wakaf Arab Saudi. Berbeda dengan sebelumnya, memang Indonesia serta Menteri Haji dan Menteri Wakaf Arab Saudi memberikan atas rencana tersebut dengan syarat tidak mengganggu dan tidak keluar dari sistem yang sudah diatur dan disepakati oleh pemerintah Arab Saudi.

Atas persetujuan ini maka pembayaran uang pengganti sewa rumah telah dapat direalisasikan pada musim haji tahun 1422 H atau 2006 M yang lalu. Di dalam pelaksanaan, untuk memastikan uang pengganti sewa rumah itu betul-betul sampai kepada yang berhak, Nazhir (dibantu petugas yang dikirim pemerintah Aceh) datang ke setiap rumah yang ditempati jamaah haji asal Aceh dan menyerahkan langsung uang tersebut kepada jamaah. Untuk yang sakit diantar ke tempat dia dirawat. Sedang untuk yang tidak berada di tempat ketika uang dibagikan, ditunda penyerahannya pada waktu yang lain, sampai dia bertemu dengan wakil nazhir. Dengan demikian diyakini bahwa seluruh jamaah yang berhak, sebanyak 3561 orang telah menerima uang pengganti sewa rumah di atas (sekitar enam belas juta per jamaah).

Tahun ini sesuai dengan pembicaraan dengan Wagub Aceh, nazhir akan tetap membayarkan sewa rumah tersebut kepada setiap jamaah haji asal Aceh sesuai dengan kemampuan nazhir. Hal ini perlu saya katakan, karena menurut syarat wakaf di atas, nazhir tidak harus melayani seluruh jamaah haji asal Aceh. Mereka boleh memilih sebagian saja sesuai dengan kemampuan wakaf. Tetapi pemerintah Aceh sangat menekankan agar jamaah Aceh jangan dibeda-bedakan dalam penerimaan uang pengganti sewa rumah ini. Pemerintah sangat berharap semua jamaah Aceh mendapat uang pengganti sesuai kemaampuan wakaf.

Perlu juga kami jelaskan, berbeda dengan sebelumnya, pada tahun ini nazhir berencana tidak memberikan uang kontan. Mereka berencana akan memberikan cek di Mekah dan diuangkan di Banda Aceh setelah jamaah pulang (tidak dapat diuangkan di Mekah). Pembicaraan tentang teknis dan administrasi antara bank di Mekah dan di Banda Aceh dengan nazhir sudah dilakukan dan mudah-mudahan tidak ada kendala peraturan dan kendala teknis operasional ketika dilaksanakan nanti.

Marilah kita berdoa agar Allah SWT memberikan pahala berlimpah kepada Habib Bugak, dilapangkan kuburnya dan kelak ditempatkan di dalam surga yang tinggi, atas wakaf dan sedekah jariah yang dilakukan yang sudah berumur sekitar dua ratus tahun ini. Kita juga layak berdoa agar nazhir di Mekah diberi kelapangan dan kemudahan oleh Allah SWT dalam menjaga dan mengembangkan wakaf ini, agar tetap sejalan dengan syarat dan keinginan Habib Bugak seperti tertuang dalam akta ikrar.

Kepada jamaah diharapkan berdoa agar mereka memanfaatkan uang hasil wakaf ini sebaik-baiknya. Sebagai tanda syukur, sebagian daripada uang ini tentu amat layak untuk disedekahkan kepada anak yatim atau keperluan kegiatan keagamaan lainnya.

Akhirnya kita juga harus berdoa dan berusaha dengan sungguh-sungguh, agar semua wakaf yang ada di Aceh dapat diselamatkan dan dikelola dengan baik seperti wakaf Habib Bugak ini, sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Kalau hal ini berhasil kita lakukan, saya yakin masalah kemiskinan dan kebodohan yang ada di tengah masyarakat akan dapat kita atasi secara lebih tepat dan lebih mudah.

No comments:

Post a Comment