Thursday, January 7, 2010

Bayt al-Asy: Rumah Wakaf Aceh di Tanah Suci (2)


Ditulis oleh Tgk. H. Anwar Fuadi Salam
Available at:
http://bwi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=540%3Amenelusuri-bayt-al-asy-di-tanah-suci-bagian-2-&catid=27%3Aopini&lang=in

Sebagai contoh, ini salah satu ringkasan yang telah saya terjemahkan dari sertifikat harta Wakaf Haji Habib Bugag Aceh, yang dikeluarkan oleh Maulana Hakim Makkah Almukarramah. “Yang kita muliakan Haji Habib Bugag Aceh. Dengan leluasa dan ikhlas telah mempersembahkan untuk dirinya yang akan bermamfaat bagi hartanya, dan semata-mata mengharap keridhaan Allah. Serta, menantikan pahala yang besar pada hari pembalasan Allah bagi orang-orangyang telah bersedekah. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. Kita bersandar pada pengamalan sabda Rasulullah SAW., Apabila anak cucu Adam meninggal dunia, putuslah segala amal kebaikannya kecuali tiga perkara: Sedekah Jariah, Ilmu yang bermanfaat, dan anak Saleh yang selalu berdo'a kepada orang tuanya.  Wakaf adalah salah satu dari sedekah jariah.”

Telah datang menghadap yang kita muliakan Haji Habib Bugag Aceh ke hadapan Maulana Hakim Syara' di majlis beliau. Dia telah mewakafkan dan menahan hartanya menjadi sedekah jariah, serta membelanjakan hartanya di jalan Allah, yang berupa sebentang tanah dan bangunan rumah di kawasan Qasyassyah di Makkah Almukarramah.

Haji Habib Bugag Aceh mensyaratkan, “Diperuntukkan wakaf ini untuk masyarakat Aceh yang memenuhi panggilan Haji, Masyarakat Aceh yang menetap di Makkah.  Apabila terputus keberadaan mereka, sedangkan Jamaah Haji dari Aceh tak kunjung datang lagi dari Aceh, maka wakaf ini diperuntukkan bagi pelajar dari Aceh serta dari Jawi yang belajar di Makkah.  Apabila keberadaan mereka juga terputus, maka wakaf ini diperuntukkan bagi pelajar yang bermazhabkan Assyafii yang menetap di Makkah. Apabila ini juga tidak ada, maka wakaf ini diperuntukkan untuk keperluan mash'alah Masjidil Haram Makkah Almukarramah.” Dikeluarkan di Makkah Almukarramah pada tanggal 12 April 1224 H.

Suatu Keprihatinan
Sangat disayangkan, pada periode-periode selanjutnya sampai sekarang ini, aset wakaf tersebut amat memprihatinkan. Mengapa? Sebahagian besar wakaf Aceh tersebut banyak yang dipermainkan serta diremehkan, atau ditelantarkan dalam jangka waktu yang lama. Hal itu disebabkan Nazir wakaf terlalu sibuk dengan pekerjaan pribadinya, sehingga waktunya tidak lagi tercurah untuk membenahi Harta Wakaf. Di samping itu, percekcokan selalu timbul di dalam tubuh pengelola Harta Wakaf, malah ada pula sebahagian nazir yang sengaja menjauhkan diri dari harta wakaf yang dikelolanya. Untuk urusan wakaf, dia mewakilkan kepada orang Asing yang bukan keturunan Aceh, serta tidak cakap dalam pengurusan dan penjamuan tamu Allah yang menunaikan Ibadah Haji.
Dari situ, timbullah banyak kejanggalan serta permasalahan. Misalnya, untuk dapat tinggal menempati Rumah Wakaf Aceh pun makin hari makin dipersulit oleh mereka. Saya pribadi pernah merasakan. Betapa sulitnya saya mendapatkan izin resmi dari Nazir untuk menetap di Rumah Aceh. Nazirnya bertempat tinggal di kota Damam, jaraknya kurang lebih 1400 km dari kota Makkah. Sebagai bahan pelengkap surat yang saya kirim untuk permohonan izin tersebut, saya meminta rekomendasi dari saudara kandung Nazir yang menetap di Mekkah, serta menjelaskan bahwa saya seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu di Makkah dan masih mempunyai tali hubungan persaudaraan dengan mereka. Selain itu, saya juga disyaratkan membayar rekening listrik, menjaga kebersihan tempat yang akan saya huni, dan bersedia merehab kerusakan tempat saya tinggal sebesar kemampuan yang saya miliki. Setelah menunggu beberapa minggu, baru ada jawaban persetujuan izin menetap di Rumah Aceh.
Dengan sulitnya proses perizinan yang harus ditempuh, maka ada beberapa pelajar yang melalui jalan pintas langsung saja menempati kamar atau ruangan yang masih kosong. Tentu saja resikonya selalu bertengkar dan dimarahi dan sesekali diancam akan dibawakan polisi untuk mengusir mereka. Karenanya, sebahagian besar Rumah Wakaf Aceh itu kosong terbengkalai. Sebahagian lagi terkena gusur perluasan Masjid al-Haram, atau peluasan jalan dan lain sebagainya. Memang, pada dasarnya rumah-rumah yang kena gusur itu mendapat ganti rugi dalam jumlah yang besar, tetapi sangat sulit untuk dapat membeli kembali lahan yang dekat dengan Masjid, sehingga keberadaan Rumah Wakaf pengganti itu jauh dari lokasi Masjid al Haram. Para Jemaah Haji mulai enggan untuk menempati Rumah Wakaf pengganti yang baru itu.
Apalagi dimulai dari pada tahun 1984 tata cara pengurusan, penjamuan, dan penempatan Jemaah Haji mengalami perobahan total yang dahulunya dikelola oleh seorang yang dinamakan Syeh diganti dengan sistim terpadu dalam bentuk Maktab-maktab yang diawasi oleh Muassasah. Pada mulanya cara ini masih dalam masa percobaan penerapannya, dan Alhamdulillah dari tahun ke tahun lamanya dan perkhidmatan makin dipertingkat mutunya. Maktab-maktab yang kurang mampu melayani Jemaah Haji dengan baik diberedel dan diganti kepengurusannya kepada orang lain yang lebih mampu serta bijak dalam pekerjaannya. Setiap maktab pun diberi  jatah yang sama jumlah jamaah Haji yang akan mereka layani. Mereka diwajibkan memberi pelayanan sesuai dengan materi dan petunjuk yang telah disiapkan sebelumnya oleh Muassasah pusat.
Dengan perobahan sistim menejemen pengelolaan jemaah haji, pemanfaatan Rumah Wakaf Aceh untuk tempat tinggal Jemaah Haji Aceh sudah kurang memungkinkan, karena persyaratan yang ditentukan oleh Muassasah pusat untuk layaknya suatu tempat yang akan dihuni jamaah tidak terpenuhi. Sebahagian besar dari Rumah Wakaf Aceh perlu diadakan pembenahan serta penambahan daya tegangan listrik sehingga mampu menahan beban bila dipasang lift dan AC pada setiap kamar yang akan dihuni oleh Jemaah Haji.
Kehidupan ini bagaikan roda yang sekali di atas dan lain kali berada di bawah. Pepatah Arab menyebutkan, “Hari ini hari kamu dan besok hari belum tentu kamu yang punya.” Karena itu, hendaknya anda selalu waspada dan jangan ada rasa congkak serta angkuh. Bila anda sekarang kaya, tapi tak jauh kemungkinan besok atau lusa anda hidup miskin dan mengharap balas kasihan dari orang lain. Belum lama berlalu Daulah Aceh serta masyarakatnya hidup makmur dan kaya. Pada masa itu sebahagian besar jazirah Semenanjung Arab masih dilanda kemiskinan, dan hidup dalam keprihatinan. Tetapi perubahan terjadi sangatlah cepat, sebagian Masyarakat Aceh selama ini hidup seadanya, dan masih banyak diantara mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Serta, masih banyak pula desa yang masuk kategori desa tertinggal, dan mendapat sarana program Impres Desa Tertinggal.
Pada kenyataan sekarang, sebahagian besar negara Semenanjung Arab sedang mengecap kemajuan ekonomi yang begitu pesat, serta pembangunannya sudah hampir merata. Sejarah menyatakan tentang zaman kejayaan Aceh pada masa Sultan-sultan yang silam. Banyak pula terdapat peninggalan-peninggalan sejarah yang berharga yang terdapat di Eropa (Belanda), Asia, dan semenanjung Arab. Harta wakaf Aceh banyak kita jumpai di Hijaz (Saudi Arabia) khususnya, saya akan berusaha menjelaskan sebatas apa yang saya ketahui berdasarkan berkas-berkas yang sudah saya temui. Kita berharap, pada waktu yang akan datang, ada pihak lain yang akan menemui selain temuan saya ini. Secara pribadi, saya mengucapan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam penemuan itu.
Berkat pendekatan saya dengan Tuanku Hasyim Raja Keumala SH, Cek Mat Rahmani, Siti Sakdiah Ashy, Ayahanda Abdul Salam Abdullah, Syeh Hasan Abdul Ghany Ashy, Syeh Muhammad Nur Abdul Hamid Ashy, Siti Fatimah Tungkop, dan Ustadz Muhammad Nur Asyik M.A, dan masih banyak lagi nama-nama yang tidak mungkin saya sebut satu persatu di dalam tulisan ini, kiranya saya banyak mengetahui perihal harta wakaf Aceh yang akan saya sebutkan di bawah ini:
1.      Rumah Wakaf Alhaj Habib Bugag Aceh, terletak di kawasan Qassyasiah. Rumah itu digusur guna perluasan Masjid Haram, dan dari ganti rugi tersebut dibeli: (a) Rumah Wakaf Aceh yang terletak di Jiad Birbalillah, dan (b) Rumah Wakaf Aceh yang terletak di depan Hotel Jiad.
2.      Rumah Wakaf Syeh Muhammad Saleh Ashy dan Istrinya Syaikhah Asiah, terletak di Qassyasiah.
3.      Rumah Wakaf Sulaiman bin Abdullah Ashy yang terletak di kawasan Suq Allail.
4.      Rumah Wakaf Muhammad Abid Ashy.
5.      Rumah Wakaf Abdul Aziz bin Marzuki.
6.      Rumah Wakaf lainnya yang terletak di kawasan Suqlail.
7.      Rumah Wakaf yang terletak di kawasan Zugag Aljabal.
8.      Rumah Wakaf di kawasan Gazzah (digusur karena perluasan jalan).
9.      Rumah Wakaf di kawasan Khariq.
10. Rumah Wakaf yang terletak di Jalan Suq arab di Mina.
11. Rumah Wakaf Muhammad Saleh Ashy yang terletak di dekat jamarah Sugra (Ula) di Mina. Pada tahun 1995 terjadi penggusuran secara besar besaran bagi kawasan sekitar Jamarat, Rumah Wakaf tersebut terkena penggusuran tersebut.
12. Rumah Wakaf Datuk Muhammad Abid Panyang Aceh di Mina.
13. Rumah Wakaf di kawasan Balad di Jeddah.
14. Rumah Wakaf di kawasan Azizirah Mekkah.
15. Rumah Wakaf di Kota Taif.
16. Rumah Wakaf di Kawasan Hayyi Alhijrah Makkah.
17. Rumah Wakaf di Kawasan Hayyi Ar-Raudah Makkah.
Sebahagian besar dari nama-nama dan tempat di atas tertulis di atas akte sertifikat lama. Sebagian dari foto copynya sudah saya miliki, sebagian lagi belum saya temui foto copynya, tetapi saya telah melihat lokasi dan bangunannya, atau mendengarkannya dari sumber-sumber yang sangat bisa dipercaya.
Karena itu, saya sangat merasa prihatin sekali bagi mereka yang mengetahui keberadaan Rumah Wakaf Aceh, atau cuma memiliki foto copy akte sertifikat, baik itu lama atau yang telah diperbaharui, kemudian mereka berdiam diri dan ikut pula menyembunyikannya. Pasti ada udang di balik batu. Saya selalu optimis pada masa akan datang akan terbuka lebih luas lagi pandangan Masyarakat Aceh akan perihal Harta Wakaf tersebut. Itu merupakan suatu bukti sejarah yang berharga sebagai bukti kejayaan Aceh di masa yang silam.
Sekarang ini kita akan menggantungkan harapan, mudah-mudahan akan ada perubahan dan perkembangan, serta perhatian serius terhadap Harta wakaf Aceh tersebut. Dari pantauan saya, Nazir sekarang ini Syeh Abdul Ghany bin Mahmud Ashy, sedikit lebih terbuka dibandingkan Nazir sebelumnya, walaupun di kiri-kanannya masih banyak bisikan-bisikan agar dia tidak terlalu terbuka dengan permasalahan yang ditutupi oleh Nazir sebelumnya.
Kita salut dan angkat tangan atas keberhasilannya mengembalikan Rumah Fadhul yang sertifikat jual belinya atas nama Syeh Muhammad Ashy ke pangkuan Rumah Wakaf Ahlhaj Habib Bugag Aceh. Kelihatannya, pada bulan puasa 1415 H atau 1995 M sudah mulai direhab. Mudah-mudahan Allah akan membalas dengan pahala yang besar bagi siapa saja yang telah berjasa pada pengembangan Harta Wakaf. Begitu pula bagi mereka yang telah mewakafkan hartanya akan menjadi sedekah Jariah yang selalu mengalir pahalanya sampai hari Akhirat nanti.

No comments:

Post a Comment